Kota Manado
Kota Manado adalah ibu kota dari
provinsi Sulawesi
Utara. Kota Manado seringkali
disebut sebagai Menado. Motto Sulawesi Utara adalah Si Tou Timou
Tumou Tou, sebuah filsafat hidup masyarakat Minahasa yang dipopulerkan oleh
Sam
Ratulangi, yang berarti: "Manusia hidup untuk memanusiakan orang
lain" atau "Orang hidup untuk menghidupkan orang lain". Dalam
ungkapan Bahasa Manado, sering kali dikatakan: "Baku
beking pande" yang secara harafiah berarti "Saling menambah pintar
dengan orang lain".
Kota Manado
berada di tepi pantai Laut Sulawesi persisnya di Teluk
Manado. Taman Nasional Bunaken terletak tidak jauh
dari pantai Kota Manado.
Sejarah
Kota
Manado merupakan pengembangan dari sebuah negeri yang bernama Pogidon. Kota
Manado diperkirakan telah dikenal sejak abad ke-16.
Menurut sejarah, pada abad itu jugalah Kota Manado telah didatangi oleh
orang-orang dari luar negeri. Nama "Manado" daratan mulai digunakan
pada tahun 1623
menggantikan nama "Pogidon" atau "Wenang". Kata Manado
sendiri merupakan nama pulau disebelah pulau Bunaken, kata ini berasal dari
bahasa daerah Minahasa
yaitu Mana rou atau Mana dou yang dalam bahasa
Indonesia berarti "di jauh". Pada tahun itu juga, tanah
Minahasa-Manado mulai dikenal dan populer di antara orang-orang Eropa dengan hasil
buminya. Hal tersebut tercatat dalam dokumen-dokumen sejarah.
Benteng Nieuw Amsterdam di Manado pada tahun 1920-an
Pemandangan jalan di Manado pada tahun 1910-an
Keberadaan
kota Manado dimulai dari adanya besluit Gubernur Jenderal Hindia
Belanda tanggal 1
Juli 1919.
Dengan besluit itu, Gewest Manado ditetapkan sebagai Staatsgemeente
yang kemudian dilengkapi dengan alat-alatnya antara lain Dewan gemeente
atau Gemeente Raad yang dikepalai oleh seorang Walikota (Burgemeester).
Pada tahun 1951, Gemeente
Manado menjadi Daerah Bagian Kota Manado dari Minahasa sesuai Surat Keputusan
Gubernur Sulawesi
tanggal 3 Mei 1951 Nomor 223. Tanggal
17 April 1951, terbentuklah
Dewan Perwakilan Periode 1951-1953 berdasarkan Keputusan Gubernur Sulawesi
Nomor 14. Pada 1953
Daerah Bagian Kota Manado berubah statusnya menjadi Daerah Kota Manado sesuai
Peraturan Pemerintah Nomor 42/1953 juncto Peraturan Pemerintah Nomor
15/1954. Tahun 1957,
Manado menjadi Kotapraja sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957. Tahun 1959, Kotapraja Manado
ditetapkan sebagai Daerah Tingkat II sesuai Undang-Undang Nomor 29
Tahun 1959. Tahun 1965,
Kotapraja Manado berubah status menjadi Kotamadya Manado yang dipimpin oleh
Walikotamadya Manado KDH Tingkat II Manado sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1965 yang disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974.
Hari jadi
Kota Manado yang ditetapkan pada tanggal 14 Juli 1623, merupakan
momentum yang mengemas tiga peristiwa bersejarah sekaligus yaitu tanggal 14
yang diambil dari peristiwa heroik yaitu peristiwa Merah Putih 14 Februari
1946, dimana putra
daerah ini bangkit dan menentang penjajahan Belanda untuk mempertahankan
kemerdekaan Indonesia,
kemudian bulan Juli yang diambil dari unsur yuridis yaitu bulan Juli 1919, yaitu munculnya Besluit
Gubernur Jenderal tentang penetapan Gewest Manado sebagai Staatgemeente
dikeluarkan dan tahun 1623
yang diambil dari unsur historis yaitu tahun dimana Kota Manado dikenal dan
digunakan dalam surat-surat resmi. Berdasarkan ketiga peristiwa penting
tersebut, maka tanggal 14 Juli 1989, Kota Manado merayakan HUT-nya yang ke-367. Sejak saat itu
hingga sekarang tanggal tersebut terus dirayakan oleh masyarakat dan pemerintah
Kota Manado sebagai hari jadi Kota Manado.
Geografi
Kota Manado
terletak di ujung jazirah utara pulau Sulawesi, pada
posisi geografis 124°40' - 124°50' BT dan 1°30' - 1°40' LU. Iklim di kota ini
adalah iklim tropis dengan suhu rata-rata 24° - 27° C. Curah hujan rata-rata
3.187 mm/tahun dengan iklim terkering di sekitar bulan Agustus dan terbasah
pada bulan Januari. Intensitas penyinaran matahari rata-rata 53% dan kelembaban
nisbi ±84 %.
Luas wilayah daratan adalah 15.726 hektar. Manado
juga merupakan kota pantai yang memiliki garis pantai sepanjang 18,7 kilometer.
Kota ini juga dikelilingi oleh perbukitan dan barisan pegunungan. Wilayah
daratannya didominasi oleh kawasan berbukit dengan sebagian dataran rendah di
daerah pantai.
Interval ketinggian dataran antara 0-40% dengan puncak tertinggi di gunung
Tumpa.
Wilayah perairan Kota Manado meliputi pulau Bunaken,
pulau Siladen dan pulau Manado Tua. Pulau Bunaken dan Siladen memiliki
topografi yang bergelombang dengan puncak setinggi 200 meter. Sedangkan pulau
Manado Tua adalah pulau gunung dengan ketinggian ± 750 meter.
Sementara itu perairan teluk Manado memiliki kedalaman 2-5 meter di pesisir
pantai sampai 2.000 meter pada garis batas pertemuan pesisir dasar lereng benua. Kedalaman ini
menjadi semacam penghalang sehingga sampai saat ini intensitas kerusakan Taman
Nasional Bunaken relatif rendah.Jarak dari Manado ke Tondano adalah 28 km, ke
Bitung 45 km dan ke Amurang 58 km.Batas Wilayah
Batas wilayah Kota Manado adalah sebagai berikut:Pemerintahan
Berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) nomor 4 tanggal 27 September 2000 tentang perubahan status desa menjadi kelurahan di kota Manado dan PERDA nomor 5 tanggal 27 September 2000 tentang pemekaran kecamatan dan kelurahan, wilayah kota Manado yang semula terdiri atas 5 kecamatan dengan 68 kelurahan/desa dimekarkan menjadi 9 kecamatan dengan 87 kelurahan. Tabel di bawah ini adalah daftar kecamatan beserta luas dan jumlah kelurahannya, yaitu:
No.
|
Kecamatan
|
Luas wilayah (hektar)
|
Jumlah kelurahan
|
1.
|
5.212,5
|
8
|
|
2.
|
1.640
|
9
|
|
3.
|
4.913,55
|
11
|
|
4.
|
144,8
|
7
|
|
5.
|
587,13
|
9
|
|
6.
|
1.588,4
|
12
|
|
7.
|
700,17
|
10
|
|
8.
|
659,95
|
9
|
|
9.
|
279,5
|
12
|
Penduduk
Suku Bangsa
Saat ini mayoritas penduduk kota Manado berasal
dari suku
Minahasa, karena wilayah Manado merupakan berada di tanah/daerah Minahasa.
Penduduk asli Manado adalah suku Bantik, suku bangsa lainnya yang ada di Manado
saat ini yaitu suku Sangir, suku
Gorontalo, suku Mongondow, suku
Arab, suku Babontehu, suku Talaud, suku
Tionghoa, suku Siau dan kaum
Borgo. Karena
banyaknya komunitas peranakan arab, maka keberadaan Kampung Arab yang
berada dalam radius dekat Pasar '45 masih bertahan sampai sekarang dan menjadi
salah satu tujuan wisata agama. Selain itu terdapat pula penduduk suku
Jawa, suku Batak, suku
Makassar dan suku bangsa lainnya.
Agama
Agama yang dianut adalah Kristen
Protestan, Islam,
Katolik,
Hindu,
Buddha
dan agama
Konghucu. Berdasarkan data BPS Kota Manado tahun 2002 (www.manadokota.bps.go.id),
jumlah penduduk yang beragama Kristen/ Katolik di Manado mencapai 68 persen,
sedangkan Muslim 30 persen. dan 2 persen agama lain. Meski begitu heteroginnya,
namun masyarakat Manado sangat menghargai sikap hidup toleran, rukun, terbuka
dan dinamis. Karenanya kota Manado memiliki lingkungan sosial yang relatif
kondusif dan dikenal sebagai salah satu kota yang relatif aman di Indonesia.
Sewaktu Indonesia
sedang rawan-rawannya dikarenakan goncangan politik sekitar tahun 1999 dan berbagai
kerusuhan melanda kota-kota di Indonesia. Kota Manado dapat dikatakan relatif
aman. Hal itu tercermin dari semboyan masyarakat Manado yaitu Torang samua
basudara yang artinya "Kita semua bersaudara".
Bahasa
Bahasa digunakan sebagai bahasa sehari-hari di
Manado dan wilayah sekitarnya disebut bahasa
Melayu Manado (Bahasa Manado). Bahasa Manado
menyerupai bahasa Indonesia tetapi dengan
logat yang khas. Beberapa kata dalam dialek Manado berasal dari bahasa
Belanda, bahasa Portugis dan bahasa asing
lainnya.
Pariwisata
Sebagai kota terbesar di wilayah ini, Manado
merupakan tempat pariwisata yang penting bagi pengunjung. Ekowisata
merupakan atraksi terbesar Manado. Selam Scuba
dan snorkelling di pulau Bunaken juga
merupakan atraksi populer. Tempat lain yang menarik adalah Danau
Tondano, Gunung Lokon, Gunung
Klabat dan Gunung Mahawu.
Dalam kurun waktu dua dekade terakhir, kegiatan
pariwisata dengan pesat tumbuh menjadi salah satu andalan perekonomian kota.
Primadona pariwisata kota Manado bahkan Provinsi Sulawesi
Utara adalah Taman Nasional Bunaken yang oleh sementara orang disebut sebagai salah satu
taman laut terindah di dunia. Taman Laut Bunaken adalah salah satu dari
sejumlah kawasan konservasi alam atau taman nasional di Indonesia.
Taman Laut Bunaken terkenal oleh formasi terumbu karangnya yang luas dan indah
sehingga sering dijadikan lokasi penyelaman oleh turis-turis mancanegara. Pulau
Bunaken adalah salah satu dari 5 pulau yang tersebar beberapa kilometer dari
pesisir pantai Kota Manado. Letaknya yang hanya sekitar 8 Km dari daratan kota
Manado dan dapat ditempuh dalam sekitar setengah sampai 2 jam, menyebabkan
Taman Nasional ini mudah dikunjungi.
Objek wisata lain yang menonjol di kota Manado
adalah Kelenteng Ban Hin
Kiong di kawasan Pusat Kota yang dibangun pada awal abad ke-19
dan diperbaiki pada tahun 1970. Klenteng ini terletak di Jalan Panjaitan. Klenteng ini
terdiri dari bangunan yang dihiasi dengan ukiran-ukiran naga dan tongkat kayu
berapi. Saat yang paling baik untuk mengunjungi klenteng ini yaitu pada saat Tahun
Baru Imlek, saat dipertunjukkannya tarian tradisional Tionghoa. Juga pada
saat kedatangan parade tradisional Tionghoa, Tai Pei Kong yang berasal dari abad ke-14.
Peristiwa tersebut merupakan festival "Taoist" tahunan terbesar yang
diadakan di Asia Tenggara, sehingga menarik pelancong dari negara
lain. Lokasi wisata lainnya juga adalah Museum Negeri Sulawesi Utara dan
Monumen (Tugu Peringatan) Perang Dunia Kedua.
Sebuah monumen yang diresmikan pada akhir tahun
2007 dan menjadi ikon baru kota Manado adalah Monumen Yesus Memberkati. Bangunan ini
didirikan di atas bukit di perumahan Citraland Manado dan memiliki ketinggian
50 meter di atas permukaan tanah. Bangunan yang diprakarsai oleh Ir. Ciputra
ini merupakan monumen Yesus Kristus yang tertinggi di Asia dan ke dua di dunia
setelah Christ the Redeemer.
Selain memiliki objek-objek wisata yang menarik,
salah satu keunggulan pariwisata kota Manado adalah letaknya yang strategis ke
objek-objek wisata di hinterland, khususnya di Minahasa yang dapat dijangkau
dalam waktu 1 s/d 3 jam dari kota Manado. Objek-objek wisata tersebut antara
lain, Vulcano Area di Tomohon, Desa Agriwisata Rurukan-Tomohon, Panorama
pegunungan dan Danau Tondano, Batu Pinabetengan dan Taman Purbakala Waruga Sawangan
Kecamatan Airmadidi
Kabupaten Minahasa Utara.
Karena potensi wisata yang besar tersebut maka
industri pariwisata di kota Manado telah semakin tumbuh dan berkembang yang
antara lain ditandai dengan cukup banyaknya hotel dan sarana pendukung lainnya.
Sampai tahun akhir tahun 2001, terdapat 67 buah hotel/penginapan, 15 buah biro
perjalanan, 223 buah restoran dan rumah makan dari berbagai kelas.
Oleh karenanya meskipun cukup terpengaruh oleh
krisis ekonomi dan situasi nasional yang kurang kondusif, tetapi pariwisata di
kota Manado tetap berlangsung. Pada tahun 1998 kunjungan wisatawan mancanegara
adalah 34.509 orang, menjadi 11.538 orang pada tahun 2000 dan agak meningkat
pada tahun 2001 menjadi 12.301 orang. Sedangkan wisatawan Nusantara pada tahun
1998 berjumlah 432.993 orang, kemudian turun menjadi 279.014 orang pada tahun
2000 dan terakhir pada tahun 2001 agak meningkat menjadi 291.037 orang.
Makanan khas
Makanan khas dari Kota Manado antara lain, Tinutuan
yang terdiri dari berbagai macam sayuran. Tinutuan bukanlah bubur, sebagaimana
selama ini orang mengatakannya sebagai bubur Manado. Selain Tinutuan, terdapat Cakalang
Fufu yaitu ikan cakalang yang diasapi, ikan roa, Paniki (masakan dari kelelawar)
dan RW (er-we) yaitu masakan dari daging anjing, babi Putar
(1 ekor babi dibakar dengan cara diputar di atas bara api), biasanya
dihidangkan di pesta-pesta, Babi Isi Bulu (terbuat dari daging babi yang diramu
dengan bumbu-bumbu khas manado dan dibakar di dalam bambu). Terdapat juga minuman
khas dari daerah Manado dan sekitarnya yaitu "saguer" yaitu sejenis
arak atau tuak yang berasal dari pohon enau. Saguer ini memiliki kandungan alkohol,
Cap Tikus (minuman beralkohol tinggi dari proses fermentasi).
Makanan khas kota Manado lainnya yang juga cukup
terkenal adalah nasi kuning yang cita rasa dan penyajiannya berbeda dengan nasi
kuning di daerah lain. Selain itu ada juga masakan kepala ikan kakap bakar.
Dabu-dabu adalah sambal khas Manado yang sangat populer, dibuat dari campuran
potongan cabe merah, cabe rawit, irisan bawang merah dan tomat segar yang
dipotong dadu dan terakhir diberi campuran kecap.
Untuk makanan ringan, Manado juga punya makanan
khas sejenis asinan yaitu gohu dan es kacang. Gohu dibuat dari irisan buah
pepaya yang direndam dalam larutan asam cuka, gula, garam, jahe dan cabe.
Selain itu ada juga kue seperti lalampa (lemper berisi ikan cakalang yang diisi
dalam segumpalan beras ketan dan dibungkus dengan daun pisang lalu dibakar),
panada (sejenis roti goreng berisi ikan cakalang dan dibentuk dengan pilinan
pada bagian tepinya), apang,klapertart manado, kolombeng, panekuk,dodol
manado,kueku, pinende, biapong (babi, wijen, "unti" (terbuat dari
kelapa)). Dan yang tidak ketinggalan adalah, nasi jaha yang terbuat dari beras
ketan yang dicampur dengan santan, jahe, bawang merah dan lain-lain, kemudian
dimasukan ke dalam bambu lalu dibakar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar